Pada tahun 1950 Dinas Kehutanan Indonesia pernah merilis peta vegetasi. Peta yang memberikan informasi lugas, bahwa, dulunya sekitar 84 persen luas daratan Indonesia (162.290.000 hektar) pada masa itu, tertutup hutan primer dan sekunder, termasuk seluruh tipe perkebunan. Selama sepuluh tahun terakhir, menurut Profesor Doktor Soekotjo, Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM), laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai dua juta hektar per tahun. Saat ini tidak lebih dari separo wilayah daratan Indonesia tidak berupa hutan. Jelas sangat menunjukkan adanya penurunan yang signifikan dibandingkan dengan era tahun 1950 yang mencapai 84 persen wilayah daratan Indonesia berupa hutan. Keterpurukan kondisi hutan di Indonesia tampak terlihat dari adanya perubahan pada aliran sungai yang tidak biasa, erosi tanah, dan berkurangnya hasil dari produk-produk hutan serta berkurangnya jumlah debit air yang dihasilkan oleh sumber mata air di Indonesia. Belum lagi rentetan bencana alam baik banjir, tanah longsor maupun gempa bumi yang secara meluas merupakan efek khusus dari adanya kerusakan hutan di Indonesia
Secara umum, kerusakan hutan bisa diakibatkan oleh adanya tindakan alih fungsi hutan, bencana baik kebakaran maupun bencana lainnya serta penebangan. Yang menarik adalah bahwa terhadap salah satu faktor penyebab kerusakan hutan tersebut khususnya penebangan, banyak yang disoroti publik adalah akibat penebangan secara Illegal atau yang lazim disebut sebagai Illegal Logging. Tentu hal ini perlu ada pencermatan yang lebih dalam, bahwa penebangan hutan selain yang sifatnya Illegal, juga ada penebangan hutan yang legal. Dan kedua jenis penebangan hutan ini efeknya adalah sama-sama menimbulkan kerusakan hutan. Informasi yang dirilis oleh kementerian lingkungan hidup mengemukakan bahwa penebangan kayu secara legal mempengaruhi 700.000-850.000 hektar hutan setiap tahunnya. Jelas jumlah luasan yang tidak sedikit. Bahkan dalam tataran praktis, justru penebangan legal atau yang disebut sebagai legal logging ini yang sangat berdampak luas. Karena untuk melakukan tindakan legal logging akan melalui serentetan tindakan-tindakan administratif lain sehingga penebangan yang dilakukan bisa dianggap legal. Lain halnya dengan aksi illegal logging yang dilakukan secara diam-diam oleh penebang liar yang oleh orang jawa disebut ‘blandong’. Mereka melakukan aksi illegal logging murni dengan cara melawan hukum.